Di sebuah warung makan
seekor monyet bertangan satu memandangku dengan tatap mata sayu.
menjelang tua
begitu pendiam
mungkin juga telah tahu,
lama-lama ia akan mati bosan dalam kesepian
08 April 2020
Di sebuah warung makan
seekor monyet bertangan satu memandangku dengan tatap mata sayu.
menjelang tua
begitu pendiam
mungkin juga telah tahu,
lama-lama ia akan mati bosan dalam kesepian
08 April 2020
Niat ingsun makarya
Golek upo nguripi keluwarga
Sun belani ngampet luwe
Sun rewangi adus kringet
Paringono awak bregas
Sarwa seger waras
Loro ora sambat
Balak ndang keliwat
Paringono ati sabar
Pangapuraku jembar
Dipaido ora kuru
Disatru ora nesu
Duh Gusti Pengeran
Welaso marang ingsun
(060420)
Malam tergantung di antara ranting-ranting
Serta lantang otakku yang berseloroh riang
Ah, di balik pintu suara-suara nyaring
Tidurku pun terjatuh dalam pemandangan jalanan kusam
Dengan debu-debu kota berenang dalam secangkir kopi hitam
Hei, sudah berapa malam?
Mungkin, di masa lalu aku adalah kelelawar
Atau bagian dari seperangkat cangkir di sebuah rumah makan
03 Agustus 2019
Awalnya, adalah sebuah pertemuan
Yang girang dicumbuinya sejengkal
Demi sejengkal tulang
Yang katamu telah dikekalkan
Di rusuk kirinya
Di dalam kamar
Yang lirih lebur menjadi debar
Tubuhmu meregang
Saat usai dirangkainya mantra
Demi cinta
Demi duka
Aku, berharap sekuntum bunga mekar darimu
Tapi kodratku tak panjang
Maut tak lagi sanggup bercanda
Sedang takdirmu teman perjalanan
Dari jendela, ia menunggu
“Tunggu,
aku sedang merapal luka!”
Serpong. Juni, 2019.
“All the ways that led me home” Acrylic on notebook paper Alf Sukatmo. 2018
Tiba-tiba saja dia bertanya
Apa kabar hujan hari ini?
Dia tahu
seperti mata air
air mata pun telah kering
sejak hujan berbulan-bulan lalu tidak turun
dan alang-alang yang marah
hingga setitik bara saja berkobarlah semua
seperti hati yang menyimpan api
namun pantang menyebutnya benci
Ya
Bagaimana tentang hujan hari ini?
September, 2018.
“Red City”
Acrylic on notebook paper
Alf Sukatmo. 2018
: di lengkung alisnya kutemukan pelangi
Jalanan macet di depan sebuah pasar
Parkir tak teratur
Suara peluit bersautan dengan klakson yang menjerit
Antrian panjang menjelang lebaran
Daging terbeli dengan berhutang
Matahari terik
Awan pun jauh
Angin seperti mimpi basah di siang bolong
Orang-orang miskin berangan-angan tentang hujan
Orang-orang kaya membeli mimpi mereka
Kulit legam timbul tenggelam di sela-sela barisan mobil
Berlari-lari mengejar yang berhenti
Menata mereka seperti menyusun kotak kardus
Malam takbiran menjelang
Jalan tak juga lengang saat dia pulang
Bola mata telah memerah saga
Keriput wajahnya seperti buku cerita
Anak gadisnya telah menunggu
Seulas senyum dibawanya ke rumah
Mengganti sekantong daging yang urung terbeli
Agustus, 2018
“On watch”
Acrylic on notebook paper
Alf Sukatmo. 2018
“Lorong III”
Alf Sukatmo. 2017
Geliat besi-besi tua
Asap-asap hitam mengepul ke udara
Matahari terbit malu-malu
Malam baru saja berlalu
Rindu kami
Pada perut kenyang
Istirahat tenang
Tidur tak kurang
Rindu kami
Menunggu petang memeluk
Berbaring di kasur yang empuk
Menyambut datangnya kantuk
Mesin-mesin menderu
Suara garang menyalak
Orang berlarian
Matahari sembunyi di balik awan kelabu
Ragu-ragu
6 Januari, 2018