Kota Merah

Tiba-tiba saja dia bertanya
         Apa kabar hujan hari ini?

Dia tahu
         seperti mata air
         air mata pun telah kering
         sejak hujan berbulan-bulan lalu tidak turun
         dan alang-alang yang marah
         hingga setitik bara saja berkobarlah semua
         seperti hati yang menyimpan api
         namun pantang menyebutnya benci

Ya
Bagaimana tentang hujan hari ini?

September, 2018.

“Red City”
Acrylic on notebook paper
Alf Sukatmo. 2018

Core

“Core”
Mixed media on paper
Alf Sukatmo. 2017

                  What always hidden
                  that one’s must seek
                  to find peace
                  to be born once more

Oktober, 2017

Imajinasi Terindah Dan Sebutir Peluru

“Imajinasi Terindah Dan Sebutir Peluru”
Digital art, vector artwork
Alf Sukatmo. 2017

Tepat duabelas saat malam mengetuk jendela
         Dalam sebuah kamar di rumah sakit
         Tisu demi tisu gentayangan
         Seorang lelaki terbatuk
         Gemanya merambat
         Menyusuri lorong-lorong
         Sebelum melesat keluar seperti hantu
         Melewati para penunggu yang terkantuk
         Secepat laju peluru ditembakkan masa lalu
         
Sementara itu
         Di atas sebuah meja dalam satu rumah
         Warna-warna dari imajinasi terindah
         Bergumam muram dalam sorot lampu temaram
                  “Rasanya, seperti baru kemarin ia menjadikanku”
 

Tangerang, September 2017

Secangkir Kopi Dengan Bekas Lipstik Di Bibirnya

“Secangkir Kopi Dengan Bekas Lipstik Di Bibirnya”
Digital art, vector artwork
Alf Sukatmo. 2017

Kita pernah ada di satu masa
Saat duduk-duduk di bangku sebuah taman adalah kemewahan
Berbekal sebotol air menunggu senja berdua saja
Tentu kita tahu
Orang-orang akan lalu lalang
Sekedar mencuri dengar kenapa kita bisa begitu bahagia
Atau bahkan mentertawakan

Lalu bangku-bangku itu tak lagi ada
Karena kita melabuhkan senja pada temaram lampu kafe
Dengan wifi gratis untuk melihatnya tanpa memangkas kuota
Orang-orang tak lagi lalu lalang
Mereka duduk diam dengan secangkir kopi atau apapun yang terpesan
Walau telah habis berjam-jam lalu

Aku mendengar bunyi samar
Taptaptap
Orang-orang nyengir
Taptaptap
Mereka tertawa
Taptaptap
Beberapa merah padam
Taptaptap
Geram
Taptaptap
Mendengus seperti segerombolan kerbau
Taptaptap
Seperti kita yang selalu bertaptaptap tanpa perlu sering bertatap muka
Kehilangan selera untuk saling melihat
Sambil menertawai diri sendiri

Aku tak ingat lagi sudah berapa lama cangkir kopiku kosong
Dan entah sejak kapan kau meninggalkan cangkir dengan bekas lipstikmu di bibirnya
Terminum setengah saja di depanku

Bukankah mengirimkan pesan “selamat malam” lebih mudah dari mengucapkan
Taptaptaptaptaptaptap
Taptaptap
Tap

(Taman Nobar Tangerang, September 2017)