Basement yang tak pernah lengang
Hiruk pikuk
Senyap seketika
Puluhan manusia
Buram seperti bayangan
Bergerak lambat
Atau aku yang terlalu cepat?
Tawa gerombolan lelaki perempuan muda
Terdengar seperti gema
Tangga itu
Jalanku menuju
Merah marun
Yang duduk di situ
Menunggu dalam liang waktu
Segelas kopi bukan teman
Terlalu panas
Untuk waktu terlalu singkat
Dan kita tahu
Malam datang tak terburu-buru
Ah..
Waktu..
Musuhku selalu
Basa basi
Kabar yang basi
Duka yang basi
Jangan telanjangi aku siang ini, Merah marun
Bukankah kau juga tahu tiap sudut
Tanpa pernah menjadi warna pada kanvasku
Tangga itu tak tahu malu
Menungguku
Manusia-manusia bergerak cepat
Gumaman mendengung rendah seperti suara lebah
Siang ini
Sebelum pergi
Sejenak tanganku kau genggam
Kau bertanya,
“Kapan pintumu akan terbuka?”
Sambil berdiri, kujawab
Sudah beberapa waktu lalu
Tertutup lagi kini
Engsel yang berkarat menjerit sakit bila kau paksa buka
Siang sesingkat ini
Dan tangga itu tetap tak tahu diri
Menyegerakan aku pergi
Belum jauh
Beberapa puluh langkah
Sebelum kegaduhan itu tertelan raungan binatang-binatang besi
Kau berkirim pesan:
“Aku akan rindu
Segelas kopi bukan teman yang hangat untuk malam-malammu
Mari sini kutelanjangi dukamu
Biar kuajari kau membuka pintu”
Surabaya, 17 November 2014