Kisah Sebatang Pena

Sungguh, aku adalah sebatang pena, dengan gagang dari jalinan rambut perempuan yang dililitkan pada potongan tanduk menjangan, mataku baja dengan tinta yang diambil dari cumi-cumi,
ceritaku abadi
          Aku telah lelah menuliskan kisah sedih
          Aku telah hapal tiap kata dari kedukaan
          Aku pernah menciptakan baris-baris kematian
          Aku pernah berharap pada ketiadaan
Hanya saja
Untuk sekali dalam seumur hidupku aku ingin menuliskan sebuah kisah bahagia,
walau belum tentu berakhir seperti itu juga
Setidaknya,
          aku ingin berkisah bahwa aku pernah berada dalam keriangan,
          bercerita dengan girang tentang dia yang nyata,
          berdiri di bawah matahari dan berbayang-bayang
Tapi
Saat semua dukanya usai,
Si penyair akan menyimpanku dalam kotak dan puisi-puisinya akan kembali tertidur
Demikianlah bila ia sedang jatuh cinta
Demikianlah bila ia sedang penuh warna
Saat itulah,
sementara,
kunikmati kedamaianku sendiri, sampai aku dibangunkannya lagi untuk menuliskan lembar demi lembar kesia-siaan
          Hai, perempuan yang telah menuliskan sajak cinta di dadanya
          Berbahagialah,
                pun bila ternyata
                waktumu untuknya itu hanya sementara
                sebelum kau hilang dalam kisah dan perjalananmu sendiri
          Karena Si Penyair itu telah ahli bertepuk sebelah tangan
          Sama seperti takdirku yang bergagang rambut perempuan yang dililitkan pada potongan tanduk menjangan,
          kami berjodoh untuk menuliskan baris-baris kesedihan

 


Menjangan: Rusa


29/08/2014